Artikel ini Saya dapat dari blognya: "Monang Naipospos"
diblog ini hanya sekedar save yang telah saya baca, supa bisa di baca ulang nantinya.
Jika anda orang BATAK, jangan sungkan visit blognya: "http://tanobatak.wordpress.com"
*MULIATE, HORASSS!!!
Jika anda orang BATAK, jangan sungkan visit blognya: "http://tanobatak.wordpress.com"
*MULIATE, HORASSS!!!
BAKKARA, KELAHIRAN SANG RAJA - Banyak yang sudah tau, bahkan dunia banyak mengenal namanya. Sisingamangaraja, Raja orang Batak. Beliau mengaturkan hukum, adat, ketetaprajaan dengan konsep bius yang disempurnakan. Beliau menegakkan HAM, membebaskan orang dari pasungan, memberi pengampunan hukuman bagi yang bertobat dari kesalahan.
Lahir di Tombak Sulu-sulu Bakkara. Tempat yang indah,
sebuah lembah di tepian Danau Toba yang dilintasi sungai Aek Silang dan
Aek Simangira yang bertemu di Onan Lobu. Istana kerajaan pertama sekali
dibangun di sekitar Onan Lobu. Disana masih ditemukan tanda sejarah
berupa Hariara Parjuragatan dan Batu Hundulan. Kemudian Istana Kerajaan
dibangun lebih ke hulu yang kemudian disebut Lumbanraja.
Lumbanraja sempat menjadi satu wilayah desa, namun
saat ini Nama Desa itu dirobah menjadi Desa Simamora. Hilanglah aspek
kesejarahan bahwa disitu dulunya ada perkampungan Raja Sisingamangaraja
yang disebut Lumbanraja.
Upaya untuk menghilangkan legenda kerajaan
Sisingamangaraja pun berlanjut. Kompleks istana diserobot oleh penduduk
dan enggan untuk meninggalkannya. Penghargaan untuk kesakralan istana
itu juga dihilangkan. Tidak hanya oleh penduduk setempat, keutuhan
keluarga turunan Sinsingamangaraja pun sulit dipadukan. Sering beda
pendapat.
Pemerintah mencoba untuk membangun istana tersebut. Master Plan sudah disusun. Keluarga dan masyarakat yang masih menghargai dan menghormati Sisingamangaraja juga sudah menyepakati. Tata karma kerajaan harus dipenuhi. Namun yang terjadi, bangunan yang dibangun pemerintah asal jadi. Dalam waktu satu tahun ada yang rubuh, sebagian yang sisa terancam rubuh. Dana rehab pun diupayakan, hasilnya tetap tidak memenuhi kualitas kesakralan bangunan yang diharapkan sewaktu penyusunan master plan. Kenapa ?
Pemerintah mencoba untuk membangun istana tersebut. Master Plan sudah disusun. Keluarga dan masyarakat yang masih menghargai dan menghormati Sisingamangaraja juga sudah menyepakati. Tata karma kerajaan harus dipenuhi. Namun yang terjadi, bangunan yang dibangun pemerintah asal jadi. Dalam waktu satu tahun ada yang rubuh, sebagian yang sisa terancam rubuh. Dana rehab pun diupayakan, hasilnya tetap tidak memenuhi kualitas kesakralan bangunan yang diharapkan sewaktu penyusunan master plan. Kenapa ?
Turunan Siraja Oloan lebih dulu menunjukkan kekuatan
mengingkari kesakralan kompleks istana. Mereka membangun monument Siraja
Oloan yang besar dihadapan “Sogit” Sisingamangaraja yang seharusnya
bebas mengarah matahari terbit. Didalam sogit itu dulunya
Sisingamangaraja memanjatkan doa kepada Mulajadi Nabolon. Ada lambang
burung “Patiaraja” diatasnya.
Dengan adanya monument Siraja Oloan dihadapannya ibarat “sibongbong ari” menghambat arah sogit menyambut matahari terbit.
Dengan adanya monument Siraja Oloan dihadapannya ibarat “sibongbong ari” menghambat arah sogit menyambut matahari terbit.
Siraja Oloan adalah rumpun marga termasuk Sinambela.
Sinambela adalah rumpun marga termasuh Bona Ni Onan. Bona Ni Onan adalah
yang menurunkan “lahiriah” Raja Manghuntal, Raja Sisingamangaraja I dan
berturut-turut hingga 12 dinasti.
Bila rumpun terdekat “hasuhuton” pemangku kerajaan
Sisingamangaraja tidak memperdulikan kesakralan peribadatan dan kompleks
istana Raja Sisingamangaraja, lalu siapa lagi?
Bakkara, kelihatannya tidak memberikan ruang kepada
pelestarian nilai sejarah Sisingamangaraja. Namun penghormatan
masyarakat Batak di luar Siraja Oloan dan di luar Bakkara kepada
Sisingamangaraja, tetap masih ada. Saat pemindahan tulang belulang
Sisingamangaraja XII dari Tarutung misalnya, Balige sangat respon dan
memberikan lokasi di Soposurung. Saat monument srikandi Lopian, putri
Sisingamangaraja XII hendak dibangun, masyarakat Porsea respon dan
memberikan lokasi di depan Kantor Camat Porsea. Walau akhirnya
diketahui, sebagian keluarga Sisingamangaraja tidak sepakat pembuatan
patung Lopian ditempatkan di Porsea.
Desa Lumbanraja telah dirobah menjadi Desa Simamora.
Kompleks istana menjadi ajang orientasi proyek pelestarian yang tidak
jelas juntrungannya. Penduduk dan keturunan Sisinganamngaraja masih
enggan menyesuaikan dengan tata ruang yang sudah ada. Muncul bangunan
baru tanpa sepengetahuan keluarga. Kuburan baru yang disesakkan didepan
bangunan baru fasilitas istana. Runyam, pengertian dari kata “rundut”
ibarat “jambulan ni parsigira”.
Bakkara saat ini tidak ada meninggalkan setitik pun sisa sejarah kearifan menandakan darisana dulu ada Raja Sakti yang sohor yaitu Sisingamangaraja. Hanya ada tanah dan batu, dan diberi tanda, disini dan disitu. Penduduk tidak memiliki nilai lebih sejarah, tradisi dan tata krama kerajaan.
Bakkara saat ini tidak ada meninggalkan setitik pun sisa sejarah kearifan menandakan darisana dulu ada Raja Sakti yang sohor yaitu Sisingamangaraja. Hanya ada tanah dan batu, dan diberi tanda, disini dan disitu. Penduduk tidak memiliki nilai lebih sejarah, tradisi dan tata krama kerajaan.
Tak heran, bila masyarakat batak “heran”, kenapa kompleks istana ini dibiarkan seperti ajang rebutan proyek dan klaim pribadi?
Sisingamangaraja XII dulunya sudah tau akhir
perjuangannya. Sebelum melakukan gerilya ke hutan belantara, diberikan
amanat kepada Sionom Ompu (enam pemangku adat dari enam marga yang ada
di Bakkara) dengan penitipan barang pusaka kerajaan. Seharusnya mereka
dan keluarga Raja Sisingamangaraja menjadi “pemangku” tradisi
Sisingamangaraja. Apa reaksi Sionom Ompu? Tentu saja keutuhan keluarga
raja Sisingamangaraja harus terlihat. Arah dan tujuan pemugaran Istana
Sisingamangaraja harus diemban keluarga. Mereka seharusnya didepan
“manghobasi” memulai melaksanakan hajat itu. Pemerintah hanya mendukung,
dan dukungan dari masyarakat kemungkinan lebih besar lagi.
No comments:
Post a Comment